Minggu, 24 Agustus 2014

Langkah Kaki di Koridor Sekolah




Sekolah Pelita sangat terkenal dengan legenda horrornya. Menurut survey yang telah dilakukan, sekolah Pelita merupakan sekolah yang paling menyeramkan di provinsi DKI Jakarta. Setiap bulannya pasti akan ada rombongan murid yang menginap di sekolah Pelita untuk uji nyali.
Bulan Maret telah tiba. Edo, salah satu peserta kontes uji nyali sekolah Pelita sedang duduk di bawah pohon beringin yang besar. Dengan raut wajahnya yang kusut, ia kemudian berdiri dan berjalan menuju pintu masuk sekolah Pelita. Bulan Purnama menyinari pintu tersebut. Suara jangkrik menghiasi suasana di sekitarnya. Seorang gadis berambut panjang menghampirinya dari belakang. Kulitnya yang berwarna putih tampak berkilau disinari bulan Purnama.
                “Edo!” panggilnya.
                “Ada apa, Vepe?” tanya Edo.
                “Aku takut.. Kamu kan tahu, aku tidak suka yang seram-seram.”
                “Yang namanya hantu itu tidak ada.” Edo berjalan pergi meninggalkan Vepe. Vepe tampak panik dan tergesa-gesa mengejar Edo.
“Kring!” Bel berbunyi. Di bawah sinar purnama yang telah tertutup oleh awan hitam, uji nyali sekolah Pelita yang ke-56 dimulai. Edo dan Vepe berjalan masuk ke dalam sekolah dan bergabung dengan rombongannya. Jason, ketua panitia pelaksana uji nyali sekolah Pelita maju ke depan rombongan. “Oke, sekarang kita mulai. Bentuk kelompok yang terdiri dari 2 orang dan berpencarlah ke seluruh penjuru sekolah. Bagi yang sudah menemukan bros sekolah Pelita boleh kembali ke ruangan yang telah disediakan.” Jelas Jason.
Edo dan Vepe membentuk kelompok masing-masing. Dengan raut wajah yang kusut dan cuek, Edo berjalan ke arah yang sama dengan kelompok Vepe. Namun, kelompok Edo berada jauh di belakang kelompok Vepe. Edo tetap berjalan menaiki tangga menuju lantai 2 dengan cuek seolah di dalam gedung sekolah yang tanpa penyinaran itu adalah rumahnya sendiri. Sementara Vepe berjalan dengan ekspresi yang tidak bisa didefinisikan. Air matanya hampir menetes keluar. Suara jangkrik yang pada mulanya menghiasi suasana malam hari kini menghilang. Bulan Purnama yang menyinari gedung sekolah kini tertutup penuh oleh gumpalan hitam di langit. Bersamaan dengan hal tersebut sampailah kedua kelompok itu di lantai 3.
“Reg, lu masih di samping gua kan?” Tanya Edo pada teman sekelompoknya.
“Iya ini gua di samping lu. Kenapa? Takut?” Balas Reg.
“Yang namanya hantu itu tidak ada.” Edo terus melanjutkan perjalanannya dengan perlahan. Sampai akhirnya ia berada di depan suatu ruangan kelas.
“AAAAA!!” Terdengar suara teriakan dari dalam ruangan kelas tersebut. Edo yang mengenal jelas suara teriakan tersebut segera berlari menuju ke  asal suara tersebut sambil menarik tangan Reg. Namun ketika Edo masuk ke dalam ruangan tersebut, tangan Reg terlepas.
“Reg, ikutin gua!” Teriak Edo. Namun tidak ada balasan dari Reg. Sosok Reg seakan menghilang begitu saja. “Reg? Reg kau dimana?” Edo berhenti sejenak. Terdengar suara tangisan seorang wanita di ujung kelas. Sempat merinding sejenak, kemudian Edo berjalan menuju asal suara tersebut.
“Vepe, kan? Ada apa?” Tanya Edo.
“Ola.. Ola hilang!” jawab Vepe dengan suara yang bergetar. Sekujur tubuhnya bergetar seakan disetrum oleh listrik. Edo kemudian terdiam. Karena hal yang sama terjadi padanya. Reg hilang.
“Tenang, ini masih di sekolah.” Edo berusaha menenangkan Vepe.
“Bagaimana kalau Ola diculik hantu??” Tangisan Vepe semakin keras. Nafasnya mulai tidak beraturan.
“Vepe, yang namanya hantu itu tidak ada.”
“Tapi..tapi.. Kalau beneren gima..” Ucapan Vepe dihentikan oleh Edo. Suara langkah kaki terdengar mendekati ruangan kelas tempat mereka berada. Saat ini posisi Edo dan Vepe adalah di depan lemari yang berada di pojok kelas. Tidak ada cara lain melainkan tetap diam hingga langkah kaki tersebut menghilang. Bukanlah langkah kaki biasa yang mendekati mereka, namun suara langkah kaki yang berirama seperti ayunan tua yang digerakkan. Kreek, kreek. Seperti itulah suaranya.
Semakin lama, suara langkah kaki tersebut semakin mendekat. Vepe mulai kehilangan kesadarannya namun dicegah oleh Edo. Edo dan Vepe kemudian memutuskan untuk bersembunyi di dalam lemari di belakang mereka. Di dalam perabot berkualitas yang terbuat dari kayu tersebut, mereka berusaha menahan nafas dan bertindak seperti benda mati. Langkah kaki tersebut menghilang. Edo menghela nafas. Kemudian ia merasa ada sesuatu yang basah di kakinya. “Vepe ngompol?” tanyanya. Vepe menggeleng sembari meneteskan air mata. Edo membuka pintu lemari kemudian berusaha melihat cairan apa yang ada di dasar lemari tersebut. Vepe kembali menangis histeris.
“Darah!” Vepe berlari keluar kelas. Edo mendecak lalu keluar kelas mengejar Vepe. Setelah berhasil menangkap Vepe, Edo membawanya duduk di tepi koridor lantai 3 yaitu di depan kantor guru. Dengan punggung yang bersender ke tembok, Edo berusaha mengatur nafasnya dan menenangkan Vepe. Edo mengelus kepala Vepe. Dari kecil, Edo dan Vepe tumbuh bersama. Edo selalu menganggap Vepe seperti adik sendiri. Edo tersenyum kecil. Vepe akhirnya tenang dan dapat bernafas seperti biasa. Senyum kecil Edo hilang ketika suatu bayangan hitam muncul dari belakang. Padahal, yang ada di belakang mereka hanyalah tembok yang dilapisi oleh keramik. Suatu benda mulai menyentuh pinggang Edo. Perlahan naik menuju ke punggung, namun ke leher. Terasa seperti dua tangan yang hangat namun dingin. Keringat mulai mengucur deras. Edo menarik tangan Vepe lalu berlari. Sosok tersebut mengejar mereka di belakang dengan suara langkah kaki yang berirama seperti sebelumnya. Edo berlari secepat kijang yang menggenggam kuat tangan Vepe.
Menaiki tangga yang cukup curam, Edo terus berusaha menjauhkan diri dari suara langkah kaki tersebut. Namun langkahnya terhenti dan Edo terjatuh ketika genggaman tangan Vepe terlepas darinya.
“Vepe! Jangan lepasin tanganku!” Teriak Edo. “Ayo, lanjut lari!” Edo meraba kesana dan kemari mencari tangan Vepe. “Vepe?” Akan tetapi ia tidak menemukannya.
“Edo!” Terdengar suara teriakan Vepe di bawah tangga. Pada saat itu sinar purnama berhasil menembus gumpalan hitam yang berusaha menutupinya. Tampak dengan jelas bahwa Vepe sedang ditahan oleh sosok makhluk hitam yang besar. Edo menelan ludah. Sosok hitam itu berlari membawa Vepe pergi. Edo yang mengingat kejadian dimana Reg dan Ola yang tidak kembali hingga sekarang putus asa dan terduduk lemas. Ia kemudian bangkit dan mengejar sosok hitam tersebut. Sambil berlari, kini suara cekikikan yang menusuk telinga muncul dari sekeliling Edo.
“Aku tidak percaya pada hantu!” Teriak Edo.
Akhirnya Edo berhasil menangkap sosok yang membawa Vepe pergi. Ternyata sosok tersebut tidak lain adalah Jason, ketua pengurus acara uji nyali sekolah Pelita.
“Selamat! Kalian lulus uji nyali ini.” Kata Jason.
“Hah? Eh..? Jadi selama ini..?” Edo terdiam sejenak.
“Seperti inilah uji nyali sekolah Pelita. Jadi kalian sebenarnya tidak perlu mencari bros.” Jason mengelap keringatnya yang bercucuran deras.
“Berarti.. hantu itu tidak ada, kan?” tanya Vepe dengan suara yang bergetar.
Edo, Vepe, dan Jason berjalan ke ruangan yang telah disiapkan oleh panitia. Reg dan Ola sudah menunggu mereka disana. Acara uji nyali bulan ini telah selesai. Edo dan Vepe hanya menghela nafas dan beristirahat. Aroma teh menguasai ruangan tersebut. Setelah bersantai sejenak, Vepe berjalan ke toilet seorang diri. Ia mencuci mukanya di wastafel. Namun, terdengar suara langkah kaki dari belakangnya. Bayangan hitam muncul dari belakang Vepe.

Terima kasih sudah membaca :)

Kamis, 06 September 2012

D'Riedest - Fourth Story




Rheeva : Loh, kemana Darka?
Sifris : Adududuh.. Sakit.. Eh, iya! Si bocah bisu itu hilang!
Rheeva : Ah sudahlah. Ayo kita cari!
Sifris : Baiklah, ayo cari bersama-sa..UWAAAA!!
Rheeva : Jangan mendekat lebih dari lima meter!
Sifris : A..ampun..
                Rheeva dan Sifris berjalan mengelilingi kastil tersebut. Rheeva berjalan di depan diikuti oleh Sifris. Tidak lama kemudian, Rheeva berhenti.
Rheeva : Sepertinya ini jalan yang salah.
Sifris : Kenapa begitu?
Rheeva : Tidak ada petunjuk keberadaan Darka sama sekali. Aneh.
Sifris : Kenapa tidak kita coba panggil dia saja? Darkaa!! Darkaaaa!!
Rheeva : Kau bodoh? Dia kan bisu.
Sifris : Eh..iya, yah.
                Rheeva menghela nafas. Setelah memandang langit-langit, ia menghentakkan kakinya.
Sifris : Kau ngapain?
Rheeva : Lihat saja sendiri
                Rheeva berlutut lalu menyentuh permukaan dengan kedua telapak tangannya. Tiba-tiba muncul sebuah lingkaran mantera mengelilinginya. Dari lingkaran tersebut, beberapa makhluk kecil yang memiliki sebuah mata besar dan dua buah tanduk kecil beterbangan menjelajahi kastil Hillian ini.
Sifris : Loh..? Summon..?
Rheeva : Ya, summon. Kenapa?
Sifris : A.. Aku hanya tidak menyangka bahwa kau bisa menggunakan summon.
Rheeva : Aku hanya bisa menggunakan summon level kecil seperti ini. Sebenarnya sih, aku tidak terlalu bergantung pada summon. Tapi kali ini hanya karena darurat. Siapa tahu Darka dalam keadaan berbahaya.
Sifris : Hmm.. Sudah berapa lama kau mengenal Darka?
Rheeva : Baru beberapa hari.
Sifris : Kenapa kau begitu peduli dengannya?
Rheeva : Tidak boleh? Bukan urusanmu, kan?
Sifris : Kau suka dia?
Rheeva : Kau bodoh? Ah, sudahlah. Aku sudah tahu Darka dimana. Ayo, jalan!
                Sifris memasang ekspresi tidak senang. Ia mengerutkan alisnya. Rheeva hanya bersikap cuek dan terus berjalan menuju tempat Darka berada.
                Sesampainya di depan sebuah pintu yang besar, Sifris menggigil sejenak. Rheeva hanya bersikap tenang. Ia membuka pintu tersebut dan mendapati Darka yang telah membunuh sesosok makhluk besar dengan kedua pedangnya. Rheeva menggaruk-garuk kepala.
Rheeva : Dia bawahan Hillian?
Darka : Um!
Rheeva : Kenapa kau tidak bilang kalau kau menemukan bawahan Hillian. Ckck.
Sifris : Eum... Kupikir itu tidak masalah.
Rheeva : Tentu saja masalah! Aku ingin menyiksa Hillian dengan tanganku sendiri! Apa kau tahu bagaimana sensasi yang kita dapatkan ketika kita menyiksa makhluk-makhluk yang kita benci? *mata bersinar-sinar.
Sifris : Itu.. Soalnya.. *menunjuk ke belakang Rheeva.
                Rheeva berbalik.
Rheeva : A.. Wow..
                Segerombolan bawahan Hillian yang sosoknya seperti gorilla berwarna putih berlari dan bersiap untuk menyerang Rheeva, Darka, dan Sifris.
Rheeva : A.. Aerial Smash!
                Tebasan udara Rheeva tidak mempan mengenai gorilla-gorilla tersebut. Darka dan Sifris terdiam. Kemudian Darka berlari ke depan dan mencoba untuk menyerang. Tidak ada perbedaan, serangan Darka juga tidak mempan.
Darka : A...
Rheeva : Hee..? Ja..jangan bercanda...
Sifris : Su..sudah kukatakan kastil ini berbahaya! Lihat, seranganmu saja tidak mempan! Lihat, sekarang kita tidak bisa apa-apa!
Rheeva : Hah? Apa maksudmu?
Sifris : Eh?
Rheeva : Lizie Slash!
                Lizie Slash merupakan salah satu jenis serangan spesial karena serangan ini murni menggunakan kekuatan dari pedang Rheeva. Setengah gerombolan gorilla yang berada di depannya terbelah-belah dan menyisakan setengah gerombolan lagi.
Darka : Um.. A!
Rheeva : Apa? Kau mau menghabisinya?
Darka : Uu! *mengangguk.
Sifris : Sayang sekali, tetapi sekarang adalah giliranku.
                Sifris berlari dengan cepat hingga tak terlihat. Darka bingung. “Apa maksudnya?” Pikir Darka. Ketika Sifris kembali di hadapan Rheeva dan Darka, setengah gerombolan gorilla tersebut sudah tewas dan menumpuk di sudut ruangan.
Sifris : Fyuh, capeknya.
Rheeva : He..hei.. Kau hanya memerlukan tiga detik..?
Darka : ...... *terdiam.
Sifris : Ah, tidak. Tepatnya empat detik, kok.
Rheeva : Luar biasa! Baiklah, kau memang harus bergabung!
Darka : Gr.. Grr..
Rheeva : Eh, kau kenapa, Darka?
Darka : Huh! *memalingkan wajah.
Rheeva : Baiklah, apakah sudah semuanya di kastil ini?
Sifris : Kupikir sudah. Ayo pergi.
Rheeva : Huah, tidak seru. Hillian, mana pasukanmu? Hanya segini? Hahaha!
Darka : Ahahaa..
Rheeva : Kau tertawa?! Kau bisa tertawa?!
Darka : He? *pura-pura idiot.
Rheeva : Kubunuh kau..
Sifris : Heh, sudah! Jangan bertengkar!
Rheeva : Ayo beres-beres! Gild Town sudah be-res~
Darka : Um!
                Sementara itu, di sebuah bar yang merupakan pusat berita terbaru di Gild Town ini muncul sebuah rumor.
Penduduk A : Hei, katanya tuan Sifris sudah kembali, ya?
Penduduk B : Sepertinya begitu. Kemarin aku melihatnya di sebuah penginapan.
Penduduk A : Apa ia akan bertemu dengan bocah-bocah pengelana itu? Kalau ketemu, bocah-bocah itu pasti mati.
Penduduk C : Heh, jangan salah! Kudengar tuan Sifris sengaja membunuh bawahannya untuk bergabung dengan bocah itu!
Penduduk B : Apa?! Ah, pasti tuan Sifris punya rencana sendiri.
Penduduk A : Tentu saja begitu! Bagaimana pun juga, tuan Sifris itu kan salah satu dari tokoh penting Hillian.

Rabu, 29 Agustus 2012

D'Riedest - Third Story



Rheeva : Dua kamar.
Inn Keeper : Silahkan, ini kuncinya.
Rheeva : Ayo, Darka.
Inn Keeper : Tunggu! Kalian pendatang baru, ya?
Rheeva : Memangnya kenapa?
Inn Keeper : Mungkin kalian belum tahu, tapi berhati-hatilah! Jangan pernah pergi ke kastil yang ada di utara sana!
Darka : U.. Ah..?
Inn Keeper : Hah?
Rheeva : Maaf, dia tidak bisa bicara. Ada apa di kastil itu?
Inn Keeper : Disana markas orang Hillian. Selangkah saja kalian memasuki kastil itu, maka kalian akan dibunuh!
Rheeva : *mengabaikan. Darka, ayo istirahat, besok kita pergi ke sana.
Darka : Ee..?
Inn Keeper : Hei, kau dengar tidak apa yang kukatakan tadi??
Rheeva : Ha? Oh. Terima kasih infonya, sampai jumpa.
                Rheeva dan Darka menaiki tangga dan berjalan menuju kamarnya masing-masing.
Inn Keeper : ... Turut berduka cita untuk mereka.. *mengatupkan kedua tangannya*
                Pagi harinya, Rheeva dan Darka keluar dari penginapan tersebut dan berjalan menuju kastil yang terletak di utara Gild Town ini. Dengan santainya Rheeva memakan roti sebagai sarapan paginya sementara Darka terus melangkah dengan gugup.
Rheeva : Kau kenapa?
Darka : A..A..
                Wajah Darka pucat.
Rheeva : … Kau sakit..?
Darka : A! *menggelengkan kepala*
Rheeva : Atau.. kau takut..?
Darka : Uuu.. *menganggukkan kepala*
                Rheeva menjitak kepala Darka.
Rheeva : Kau kan kuat. Jangan takut, dong! Dasar bodoh.
Darka : Hum.. O!
                Darka menjadi bersemangat. Ia berjalan mendahului Rheeva. Rheeva hanya menghela nafas sejenak lalu kembali menyusul Darka.
Rheeva : Seperti mengurus anak. Haih..
Darka : E?
Rheeva : Oh, tidak ada apa-apa, kok.
                Tak lama kemudian, Rheeva dan Darka sampai di depan pintu kastil tersebut. Dinding kastil yang berwarna hitam ini membuat Darka terdiam. Mulutnya terbuka lebar.
Rheeva : Heh, nanti ada lalat masuk loh. Tutup mulutmu!
Darka : Aa.. A! *menutup mulutnya.
Rheeva : Ayo, masuk.
                Rheeva dan Darka berjalan memasuki kastil yang misterius ini. Berbeda dengan penampilan luarnya, lampu-lampu kristal menyinari seluruh ruangan dalam kastil. Darka terpesona. Menyadari hal tersebut, Rheeva menjitak kepala Darka lagi dan menyeretnya menaiki tangga. Tiba-tiba muncul sekelompok pasukan menghadang dari depan.
??? : Berhenti!
Darka : A..?
Rheeva : Akhirnya muncul lawan juga. Ayo, Darka!
??? : Maju selangkah lagi maka kami tak akan segan-segan!
Rheeva : Siapa takut?
                Kembali dalam sekejab, sekelompok pasukan itu berhasil dilewati Rheeva. Seakan tidak ada yang terjadi, Rheeva kembali berjalan disusul Darka. Menyadari masih ada sosok yang mengikuti dari belakang, Darka mengambil pedangnya lalu berbalik. Ternyata sosok tersebut adalah Sifris, lelaki yang mereka temui kemarin.
Sifris : A.. Astaga. To..tolong turunkan pedangmu Dar..ka..?
Rheeva : Loh? Sifris..? Sedang apa kau disini?
Darka : A.. Umm.. *menundukkan kepala isyarat meminta maaf*
Sifris : Tidak apa-apa. Haha. Kudengar kalian memasuki tempat ini. Aku datang untuk menghentikan kalian.
Rheeva : Hah? Menghentikan? Kalau begitu kau kembali saja sendiri.
Sifris : Loh, kenapa?
Rheeva : Kalau kau mau menghentikanku, aku akan menjadi lawanmu.
                Rheeva memasang wajah seram yang membuat Sifris menjadi pucat dan mengangkat kedua tangannya. Darka kembali terbelalak. Senyum Rheeva yang seperti iblis membuat keringat kedua lelaki ini bercucuran dengan deras.
Sifris : O..oke.. Si..silahkan lanjutkan perjalananmu dengan tenang..
Rheeva : Bagus! Ayo, Darka!
Darka : Um!
Sifris : Tapi aku tidak tenang melihat kalian berdua saja. Bagaimana kalau aku bergabung?
Rheeva : Tidak terima kasih.
Sifris : Loh? Kenapaaa??? Kau mau membiarkanku kembali sendirian?? Bagaimana kalau aku ditangkap?? Kau tidak kasihan kepadaku??
                Darka mendecak kecil. “Cowok sialan, akting murahan! Kau mau merebut cewekku, ya?” Pikir Darka. “Mana mau Rheeva menerima cowok sepertimu!” Lanjutnya.
Rheeva : Ah, ya sudahlah. Tapi aku tidak mau menjamin keselamatanmu.
                “Apa?! Kenapa diterima?! Rheevaa!!!” Teriak Darka dalam hati.
Sifris : Oke! Akhirnya! Hohoho.
Rheeva : Awas kalau kau merepotkan! Loh, Darka, kenapa?
                Darka memeluk tiang di sampingnya. Ia menggelengkan kepalanya.
Rheeva : Ya sudah, ayo jalan!
Sifris : Baik, tuan putri.
                Sifris mencium pipi kanan Rheeva. Rheeva terdiam. Darka yang tidak dapat menerimanya menendang tiang yang dipeluknya lalu bersiap-siap untuk membunuh Sifris.
Darka : KAU.. APA.. YANG.. KAU.. LAKUKAN..?! BERSIAPLAH MENEMUI DEWA KEMATIAN! GROAAAAAAAAARRRR!!
Sifris : Eh? Loh? Uwaaaaa!!
                Darka mengejar Sifris dengan kedua pedangnya. Rheeva yang masih melamun bahkan tidak menyadari bahwa Darka bisa berbicara. Ketika ia sadar, ia mengambil pedangnya lalu bersiap-siap menghadang Sifris yang berlari ke arahnya. Aura yang dikeluarkannya penuh dengan kemarahan yang akan meledak sedikit lagi.
Rheeva : Jadi kau sudah siap untuk menanggung resiko, kan? Hehehe..
Sifris : Ku..kupikir kau tidak perlu semarah i..TUUUU!!! UWAAAA!!
Rheeva : Rasakan! Rasakan! Rasakan!
                Rheeva terus menebas Sifris. Sifris terus berusaha menghindari tebasan-tebasan Rheeva. Dari kejauhan, sesosok makhluk yang besar terus  memperhatikan mereka bertiga. Darka yang menyadari hal tersebut bergegas menuju asal pandangan yang tidak mengenakkan itu. Tanpa disadari, Darka terpisah jauh dari Rheeva dan Sifris.

***

Minggu, 19 Agustus 2012

D'Riedest - Second Story




Rheeva : Hey! Jangan lama-lama!
Darka : Umm..I..
Rheeva : Ah sudahlah. Susah sekali bicara dengan orang bisu. *menggelengkan kepala.
Darka : A..a.. *menundukkan kepala.
Rheeva : Hutan ini sangat luas, loh. Kalau tidak cepat-cepat nanti kau akan kutinggal!
Darka : Um, umm..Aaaa!
Rheeva : Heh? Ada apa? Apa yang terja..be..beruang..?
Darka : Hu..hu..a..
Rheeva : Se..sesekali ngomong yang jelas dong. Sebenarnya apa yang sedang kau katakan, sih? *memegang kepala.
Rheeva mengambil pedangnya yang tajam dan tampak seperti baru saja diasah. Dengan santainya iya melancarkan suatu serangan yang tidak terlihat lalu berbalik. Setelah berjalan satu langkah, beruang yang cukup besar itu terbelah-belah hingga tanpa sisa. Tetap sesuai dengan julukannya, darah-darah beruang itu berpencaran entah kemana-mana hingga wilayah sekitarnya penuh dengan darah. Darka hanya menggigit jari melihatnya.
Malam hari pun tiba. Rheeva dan Darka mendirikan dua buah tenda di tengah hutan yang luas tersebut. Satu tenda untuk Rheeva dan satunya lagi untuk Darka. Di depan tenda terdapat sebuah api unggun yang sedang ditatapi oleh Rheeva dan Darka. Rheeva menatap Darka sejenak.
Rheeva : Sebenarnya darimana asalmu? Kenapa kau tidak bisa bicara?
Darka : Aa..
                Darka menggambar suatu pola di tanah. Pola aneh yang tampak sangat asing itu terlihat seperti gambar lingkaran dengan lima buah bintang di dalamnya yang berjajar ke bawah. Di samping kiri dan kanan terdapat bulan sabit. Rheeva yang awalnya masih bingung akhirnya tahu arti pola tersebut.
Rheeva : Jadi kau berasal dari daerah Sivh?
Darka : *mengangguk cepat.
Rheeva : Kenapa kau tidak bisa bicara? Lama-lama aku jadi kesal sendiri *menggaruk-garuk kepala.
Darka : A..aku..
                Rheeva terlompat.
Rheeva : I..itu kau barusan.. Coba, bicara lagi!
Darka : A..
Rheeva : Ah, sudahlah. Aku menyerah. Sekarang sebaiknya kita tidur saja. Besok kita harus segera menuju Gild Town.
Darka : Umm..
                Rheeva masuk ke tendanya tanpa sepatah katapun dan terlelap dalam sekejab. Darka hanya menundukkan kepala saja. Matanya memancarkan kesedihan yang entah berasal darimana. Setelah memandang tenda Rheeva sejenak, ia masuk ke dalam tendanya sendiri dan tidur.
                Pagi hari tiba. Rheeva dan Darka melanjutkan perjalanan hingga keluar dari hutan itu. Mereka berjalan mengikuti papan pengarah jalan. Tiba-tiba, Darka terjatuh.
Darka : Aduh!
                Rheeva kembali terlompat.
Rheeva : Ta..tadi..tadi kau bilang “aduh”, kan?!
Darka : A..a.. Umm..?
Rheeva : ...Ah, sudahlah. Imajinasiku saja. Bodoh sekali aku terus mengharapkan ia dapat berbicara.
                Darka hanya terdiam. Sebenarnya tadi sangat jelas ia mengatakan kata “Aduh”. Kemarin malam ia juga dapat mengatakan “Aku” dengan lancar dan jelas.
Rheeva termenung. Ia mengira bahwa ia akan mendapatkan partner baru yang kuat dan bisa diajak untuk bekerjasama. Tapi ternyata perkiraannya salah. Kuat sih, kuat. Tapi kalau diajak untuk bekerjasama tampaknya sulit.
Setelah berjalan kurang lebih satu kilometer, papan penunjuk berikutnya menunjukkan arah kiri. Tapi ketika menyadari adanya suatu simbol di bagian belakang papan tersebut, Rheeva berbalik. Darka tetap mengikuti dari belakang. Setelah Rheeva perhatikan dengan teliti, ia terjatuh seakan tenaganya hilang. Darka berlari mendekati Rheeva.
Darka : Rhe..A!
Rheeva : Simbol itu..simbol..
Darka : A? *memandangi simbol tersebut.
Rheeva : Hillian. Mereka..ada disini. Akhirnya, akhirnya aku mendapatkan jejak mereka!
Darka : Hi..Hilli..?
Rheeva : Hillian itu suatu organisasi jahat yang besar. Itu organisasi yang harus dihancurkan! Itulah alasan mengapa aku berkelana, yaitu untuk menghancurkan Hillian! Darka, kau mengerti? Jika kau melihat anggota Hillian, jangan segan-segan untuk membunuhnya!
                Darka tampak ketakutan. Tapi akhirnya ia mengangguk.
Rheeva : Ayo, jalan!
                Tidak lama setelah kembali mulai berjalan, akhirnya mereka berdua sampai di Gild Town. Rheeva dan Darka memasuki kota yang tampak sederhana itu dengan santainya. Rumah-rumah besar terdapat di bagian utara kota dan rumah-rumah sederhana di bagian selatan dibatasi dengan sebuah sungai yang panjang dan tampak sangat jernih. Sebuah jembatan yang terbuat dari kayu yang disusun rapi menghubungkan kedua bagian kota ini. Toko senjata, baja, sihir, dan juga obat-obatan berjajar di belakang sebuah penginapan yang sederhana. Di seberang sebelah barat juga terdapat bar yang sederhana tetapi selalu penuh.
                Memang tidak salah jika Gild Town ini disebut-sebut sebagai kota yang sempurna. Bahkan setiap orang yang berpas-pasan selalu bertegur-sapa walaupun dalam keadaan yang tidak memungkinkan. Kota yang bisa dikatakan mampu menampung lebih dari seratus orang ini memiliki keistimewaan pada penduduknya yang tampak saling mengenal satu sama lain tanpa pengecualian.
                Rheeva dan Darka hanya dapat terkagum-kagum melihat keadaan Gild Town ini. Mereka berjalan ke penginapan dan memesan dua kamar. Ketika mereka sedang berjalan menuju ke kamar masing-masing, Rheeva dengan tidak sengaja menabrak seorang laki-laki yang tampak seumuran dengan dan Darka.
Rheeva : Aduh!
??? : Aw. Maaf, aku tidak lihat ada orang. Kau tidak apa-apa?
                Laki-laki yang ditabrak oleh Rheeva ini memiliki sepasang mata dan alis berwarna biru tetapi rambutnya berwarna biru tua. Matanya runcing seperti kucing tetapi tipis. Ia mengenakan sebuah kaos dan celana panjang hingga tampak normal. Dibandingkan dengan Darka yang bermata merah besar berkacamata dan rambutnya yang berwarna merah tua, sepertinya laki-laki itu tampak sedikit lebih memikat dengan keistimewaan mata kucingnya itu.
Rheeva : Ya, aku baik-baik saja. Permisi.
??? : Tunggu! Kalian berdua tampak asing disini. Apa kalian pengelana?
Rheeva : Apa urusannya denganmu? Harap minggir.
??? : Namaku Sifris. Lengkapnya Sifris Star. Kupikir kalian tahu apa itu Hillian, bukan?
Rheeva : Tahu. Lalu kenapa?
Sifris : Apa kalian tidak tahu bahwa seluruh kota ini sudah dikuasai Hillian?
Rheeva : Setengah tahu. Terus?
Sifris : Kenapa kalian masih mau kesini?
Rheeva : Karena kedatanganku kemari adalah untuk menyingkirkan orang-orang bodoh Hillian itu. Kau mengerti? Sekarang enyah dari hadapanku!
Sifris : Eh sebentar! Apa katamu tadi? Orang Hillian bodoh? Hahaha! Kau gadis yang menarik! Aku suka padamu. Siapa namamu?
Rheeva : Rheeva Bloodist. Dia Darka Warken.
Sifris : Nama kalian berdua menarik. Baiklah, sampai jumpa lain waktu.
Rheeva : Orang aneh.