Rabu, 28 Maret 2012

Story of the Thirteenth LanZa_Thirty Second Story

Thirty Second Story

Coraa’s Past


Coraa seakan-akan mengingat kembali kisah kehidupannya dari kecil hingga sekarang. Ketika berumur lima tahun, ia pernah bekerja menjadi asisten mendiang ayahnya yang merupakan seorang wasit pertandingan bela diri yang terkenal di Ares World.

Coraa : Ayah, apa sih enaknya bekerja jadi wasit seperti itu?

Dad : Hmm. Menurutmu?

Coraa : Mana kutahu! Kalau aku tahu untuk apa aku bertanya pada ayah?

Dad : Yah.. Gimana ya? Ilmu bertarungmu kau dapatkan darimana?

Coraa : Dari..menonton orang-orang yang bertarung..?

Dad : Nah itu!

Sang ayah menggendong Coraa kecil tinggi-tinggi.

Coraa : Uwaaaa!!

Dad : Anak kecil sepertimu saja sudah mampu mengalahkan ayah. Hahaha!

Coraa : Kan karena ayah selalu mengalah padaku. Uwaaa!! Jangan putar-putar !

Dad : Kalau begitu mau coba bertarung serius?

Coraa : Ah, jangan! Mana bisa aku mengalahkan ayah..

Dad : Coraa kecil ayah pasti bisa! Apa sih yang kamu tidak bisa?

Coraa : Ah, ayah. Sudahlah, ayo pulang. Kakak pasti sedang menunggu kita.

Dad : Yap. Ayo, pulang!

Coraa dan ayahnya berjalan pulang ke rumahnya melewati semak belukar yang tinggi. Di tengah perjalanan pulang mereka bertemu dengan seorang asing yang menanyakan alamat. Pria ini mengenakan syal berwarna hitam gelap yang menutupi wajahnya.

??? : Permisi, apa anda tahu dimana tuan Takeba tinggal?

Dad : Takeba?

??? : Yap. Asthra Takeba. Apa anda mengenalnya?

Dad : Oh, ya. Saya sendiri.

Coraa : Ayah, dia siapa..Umh!

Sosok pria asing yang tak dikenal ini membungkam mulut Coraa lalu melemparnya ke semak belukar di belakangnya. Sang ayah terdiam pucat menyaksikannya. Pria asing itu melepaskan syal yang menutupi wajahnya dan berbalik.

Dad : Kau..

??? : Aku Haki Delusa. Peserta turnamen bela diri tujuh tahun lalu.

Dad : Oh ya? Lalu apa urusannya denganku?

Haki : Tidak mungkin kau tidak tahu tujuanku kesini.

Dad : Aku tahu dan aku sudah biasa dengan kondisi seperti ini. *tertawa kecil. Kau tidak senang dengan hasil pertandingannya? Ingat. Keputusan wasit adalah keputusan mutlak.

Haki : Mutlak? Hahaha! Lucu. Sangat lucu. Tapi bagaimana kalau wasitnya sudah tidak ada lagi di dunia ini?

Dad : Itu tidak akan pernah terjadi.

Sang ayah mengambil buku tebal dari dalam saku bajunya dan membuka halamannya satu per satu melawan Haki yang dengan pedang raksasanya berwarna merah. Dimulailah pertarungan antara wasit terkenal dengan seorang pria yang tidak puas dengan keputusan wasit tersebut.

Sementara itu Coraa kecil yang masih terjebak di antara semak belukar itu masih kebingungan mencari jalan keluar. Sambil menahan tangisannya, ia terus berteriak memanggil ayahnya dan meminta pertolongan. Tapi sayangnya teriakan dari Coraa kecil ini tidak terdengar sama sekali.

Setelah berkelana mencari jalan akhirnya Coraa dapat keluar dari semak-semak belukar itu dan dapat menemui ayahnya kembali. Tapi yang ia dapatkan bukanlah ayahnya yang menunggu anaknya melainkan sosok ayahnya yang telah terbaring kaku berlumuran darah. Tepat pada saat itu Coraa mengetahui pelakunya juga. Pasti pria dengan syal hitam tadi.

Pada kejadian inilah pertama kali niat membunuh Coraa muncul. Ia mengambil kotak kaca berisi dua pedang kecil yang pernah diberikan oleh ayahnya lalu memecahkannya. Sekejab kedua belah pedang kecil itu berubah menjadi besar. Coraa menggenggam kedua pedangnya. Sebelum ia pergi, ia menguburkan ayahnya di halaman dekat rumahnya.

Setelah selesai menguburkan ayahnya yang telah meninggal dunia, ia masuk ke dalam rumah dan mendapati surat dari kakaknya terletak di atas meja makan. Isinya adalah tentang kakaknya yang akan pergi berkelana selama beberapa tahun. Coraa merobek-robek surat itu dengan cuek lalu pergi mencari pria bersyal hitam tersebut. Pada sore hari akhirnya Coraa menemukannya yang sedang bersama dengan teman-temannya di sebuah bar.

Haki : Loh..? Kok ada anak kecil? Hahaha! Sedang mencari ayahmu, ya?

Haki dan teman-temannya tertawa terbahak-bahak. Sementara Coraa kecil hanya diam tanpa kata. Seorang pria besar mendatangi Coraa dan memberinya sebuah lollipop dengan tampang mengejek. Haki dan lainnya terus tertawa di belakang. Tapi tawa mereka terhenti ketika melihat pria besar itu jatuh ke belakang. Darah dari luka bekas sayatan besar di perutnya terus mengucur deras hingga ia kehabisan darah. Seisi ruangan histeris. Padahal, pria besar itu merupakan orang terkuat di sana. Dan pada sore itu juga terjadilah pembantaian besar-besaran oleh Coraa seorang diri.

Setelah kejadian itu Coraa dikucilkan di desanya. Ia juga diberi julukan sebagai anak kutukan. Tapi Coraa tidak mempedulikan semua itu. Sampai ketika ia berusia delapan tahun, ia diajak bergabung ke Thirteenth. Awalnya ia menolak, tapi untuk anak seusianya yang telah sekian lama merasakan kesepian akhirnya ia menerimanya.

Ketika ia baru bergabung dengan Thirteenth, ia tetap saja dikucilkan oleh sebagian orang disana. Banyak berita-berita buruk tersebar disana. Seperti ‘Coraa masuk untuk membantai semua Thirteenth’, ‘Coraa mengincar kekuatan lebih’, ‘Coraa ingin mengadu domba Thirteenth dan Archnova’, dan sebagainya.

Training pertama yang harus dilakukan untuk resmi masuk ke dalam Thirteenth adalah berlari sejauh lima puluh kilo meter kurang dari tiga hari. Pada training ini sering kali Coraa dikerjai oleh peserta lainnya. Tapi tetap saja Coraa menjadi yang pertama sampai ke tujuan dengan rekor satu setengah hari. Peserta lain mendecak tidak senang.

Dilanjutkan ke training kedua, yaitu melempar beban seberat lima puluh sampai seratus kilo. Coraa kembali memecahkan rekor untuk anak seusianya dapat melempar beban seberat seratus dua puluh tujuh kilo. Sejak sudah bisa mengingat Coraa memang terus dilatih oleh mendiang ayahnya dalam berbagai bidang.

Lalu pada training ketiga di hari berikutnya adalah menghindari dan menahan batu-batu yang dilemparkan oleh mesin pelempar otomatis. Coraa kembali menjadi juara bertahan tanpa batas waktu karena ia dapat bertahan hingga batu-batu dalam mesin itu habis. Seluruh peserta baik yang telah didiskualifikasi maupun belum melirik sinis ke Coraa. Mereka menganggap bahwa Coraa sengaja mempermalukan mereka semua di depan ketua Thirteenth.

Sesaat sebelum training keempat dimulai, Coraa ditarik oleh beberapa peserta lainnya menuju ke tempat yang sepi. Kekesalan dan amarah dari tiga training sebelumnya mereka lampiaskan ke Coraa bulat-bulat. Coraa tampak cuek dan tidak memedulikan sama sekali ucapan orang-orang itu. Kesal tidak dianggap, salah satu dari mereka menampar Coraa. PLAK!

A : Jangan hanya karena kau bisa memegang rekor tertinggi jadi bangga, ya!

Coraa : Huh. Terus kenapa? Dasar cewek ababil. Itu yang namanya tamparan?

A : A..Apa katamu!

B : Kau pikir karena kau masih delapan tahun maka semua juri akan berpihak padamu??

Coraa : Dan kalian pikir kalau kalian menindas anak kecil yang tidak berdaya sepertiku maka kalian bisa menang?

Gerombolan orang yang menindas Coraa itu terdiam. Coraa menepuk-nepuk pakaiannya seraya membersihkan lalu meninggalkan tempat itu. Salah satu dari mereka melempar sebuah pisau yang baru saja diasah ke arah Coraa namun pisau itu dapat dihindarinya dengan sempurna. Seraya menghela nafas Coraa berjalan pergi.

Training keempat dimulai. Training kali ini berbeda dengan yang sebelumnya. Pada training ini peserta akan melawan anggota-anggota resmi Thirteenth. Setelah pencabutan undian berakhir, Coraa yang mendapat nomor urutan tiga ternyata akan melawan seorang anak perempuan yang tidak jauh berbeda dengannya. Semua anggota Thirteenth yang lain merasa iba pada anak perempuan itu karena akan melawan sang “anak terkutuk”. Tapi tidak ada yang berani menggantikannya.

??? A : Tidak apa-apa, aku percaya dia tidak seburuk yang kalian kira. *tersenyum*

??? B : Tapi Velly, kalau gosip itu benar bagaimana? Kalau aku yang akan menjadi lawannya sih tidak apa-apa, aku tidak takut.

??? C : Dan kalau kau yang terbunuh kami harus bilang apa ke ketua, Velly? Kalau Sicronizee sih tidak apa-apa.

??? B : Velly, kau tidak perlu mendengarkan ucapan Sacrificee. *memukul kepala Sacrificee.

Velly (A) : Tenang, tenang! Aku tidak selemah yang kalian bayangkan. Lagipula ia pasti punya alasan kan membantai orang sebanyak itu..

Sicronizee (B) : Eh..? Aku tidak pernah memikirkannya.

Sacrificee (C) : Memangnya kau tahu apa alasannya?

Velly : Tentu saja! Aku kan sudah mencari info kemana-mana. *tersenyum licik. Itu semua karena ayahnya dibunuh oleh salah satu anggota gerombolan yang dibantai Coraa..

Sicronizee : Yakin? Aku sih tidak begitu peduli. Jadi, aku tidak tahu harus percaya atau tidak.

Velly : Ah sudahlah. Aku memang sedikit takut, tapi aku akan melawannya.

Sacrificee : Sicronizee, gantikan diaaa!!

Sicronizee : *menopang dagu. Kenapa tidak kamu saja? *melirik arah lain.

Sacrificee : Nanti aku tewas seketika. *melihat arah lain juga.

Velly : Nah, pertandingan ketiga akan dimulai. Inilah penentuan antara hidup dan matiku. *tersenyum berat.

Sicronizee : Baiklah. Good luck, Velly.

Velly : You too.

Velly turun ke arena dan berhadapan dengan Coraa yang sedang duduk menunggunya. Velly bertarung dengan sebuah cincin di jari manisnya. Dengan wajah tanpa ekspresi Coraa berdiri lalu memberi salam dengan cara mengatupkan kedua tangannya. Velly tampak kebingungan sejenak. Lalu ia menjentikkan jari tanda memulai pertandingan.

***

Sicronizee : Sudah kuduga, Velly mana mungkin bisa menang melawan si anak terkutuk.

Sacrificee : Yah terserahlah. Ini lima ribu yang kujanjikan.

Sicronizee : Bagus! *tertawa girang.

Setelah berjalan melewati lorong, kedua sahabat karib ini memasuki kamar tunggu khusus untuk Velly.

Velly : Arrgh! Menyebalkan!

Sicronizee : Pfft! Makanya, seharusnya tadi aku saja yang melawannya. Sekali bocah tetap bocah. Hahaha.

Velly : Hey, aku tidak kalah! Aku hanya tidak sengaja terseret hingga keluar arena! Ini hanya kebetulan saja!

Sacrificee : Tampaknya itu bukan kebetulan. Kami berdua melihatnya dengan jelas, ia sengaja mendesakmu hingga keluar arena.

Velly : Hah?

Sicronizee : Kalau dia memang seperti yang digosipkan ia pasti akan membunuhmu tanpa segan-segan.

Sacrificee : Jadi ini berarti..

Velly : Tepat seperti dugaanku..?

Sicronizee : *menghela nafas. Karena ayahnya, ya?

Velly : Aku mau menemuinya. Kalian mau ikut?

Sicronizee and Sacrificee : Baiklah. Tapi dimana?

Velly : Yah, kita cari saja.

Velly, Sicronizee, dan Sacrificee mengelilingi area training Thirteenth dan mendapati Coraa sedang duduk termenung di bawah pohon.

Velly : Hey, kau yang disana!

Coraa : Huh?

Sicronizee : Iya, kau.

Coraa : Oh. Kenapa? Mau mengeroyok aku lagi?

Sacrificee : Lagi? Apa maksudmu? Kami datang dengan maksud baik, tahu!

Coraa : Oh. Lalu kenapa?

Velly : Kenalkan! Aku Velly Lediz, delapan tahun!

Coraa : Kau yang melawanku tadi?

Velly : Tepat!

Sicronizee : *mengulurkan tangan. Aku Sicronizee Rainy, sebelas tahun.

Sacrificee : Dan aku Sacrificee Kurou si pemanah terbaik di Thirteenth, sebelas tahun! Hehehe..

Coraa : Pemanah terbaik? Menarik.

Sicronizee : Jangan dianggap serius, ia hanya membual. Dan kau sendiri?

Coraa : Coraa Takeba, delapan tahun.

Velly : Aku bingung. Kenapa nama kalian berakhiran double begitu, sih?

Coraa : Oh, itu hanya sebagai kekhasan saja dari orang tua.

Velly : *tersentak. Nah. Tepat seperti dugaanku, Coraa tidak seperti yang kalian kira. *tertawa kecil.

Coraa : Terserahlah. *menjauhkan diri.

Sacrificee : Kenapa? Kok tiba-tiba berubah?

Coraa : Aku memang anak terkutuk, kok. Kalian juga awalnya berpikiran begitu, bukan?

Sicronizee : Tunggu! Awalnya memang begitu, tapi sekarang sudah tidak. Lagipula.. Emm.. *berpikir. A! Velly tidak pernah berpikir bahwa kau adalah anak terkutuk, loh.

Coraa : Apa itu benar? *menatap Velly.

Velly : Iya. Be..begitulah.. *wajah memerah. Ngomong-ngomong, sebenarnya siapa yang mengajakmu mengikuti Thirteenth?

Coraa : Seorang kakek tua bernama Roka Lediz. Sepertinya ia ayahmu atau kakekmu, ya?

Velly : Hah?! Kau diajak langsung oleh ayahku?! Bagaimana bisa..?

Sicronizee : Bukankah ketua sudah meramalkan bahwa akan muncul seorang pemuda yang akan menyelamatkan masa depan dunia?

Sacrificee : Tapi.. masa dia? Masa bocah ini?

Coraa : Ngajak berantem?

Sacrificee : Takut amet~ Ayo!

Velly : Kalau kalian berantem, akan aku laporkan kepada ayah!

Sacrificee : Aaa, ampun!

Velly : Bagus!

Sicronizee : Ya sudah, ayo kembali ke lokasi pusat Training. Pelantikan anggota resmi yang baru akan segera dilaksanakan.

Semuanya : Allright.

Coraa, Velly, Sicronizee, dan Sacrificee bersama-sama kembali ke wilayah Training. Sesampainya disana, semua orang menyaksikan kedatangan mereka dengan tatapan tidak percaya. Bagaimana bisa tiga orang terkuat yang diidolakan di Thirteenth berjalan bersama dengan si anak terkutuk?

Upacara pelantikan anggota resmi Thirteenth dipimpin oleh Velly selaku pemegang prestasi terbaik dalam penyelesaian misi-misi dan juga sebagai anak ketua Thirteenth. Ia membacakan nama-nama peserta yang berhasil lolos seleksi setelah mengikuti keempat training sebelumnya. Tentu saja Coraa termasuk. Ia memegang poin tertinggi yang pernah ada dan poinnya sangat jauh dari pemegang poin tertinggi yang kedua. Mendengar nama Coraa yang disebutkan dengan lantang oleh Velly, peserta lainnya mendecak tidak senang.

Velly : Nah, saya ucapkan selamat kepada para peserta yang berhasil lolos menjadi anggota resmi Thirteenth. Bagi yang belum lolos, kalian dapat mencobanya tahun depan.

A : Kami tidak puas! Kenapa anak terkutuk bisa lolos?! Apa sih bagusnya dia?

B : Ya, Benar! Ia memang menjadi pemegang rekor di seluruh training yang telah dilaksanakan, tapi kepribadiannya buruk!

C : Ia hanya akan membawa masalah! Kami tidak mau menjadi korban pembantaiannya! Seleksi ulang! Ulang! U..

Velly : CUKUP! Coraa tidak seperti yang kalian bayangkan! Apa kalian tahu kebenarannya? Apa kalian tahu kenapa ia melakukan pembantaian itu? Apa kalian tahu kenapa ia bisa menjadi sekuat itu? Apa kalian tahu bagaimana kehidupan yang telah ia jalani selama ini? Kalian tidak tahu apa-apa!

A : Lalu memangnya kau sendiri tahu? Apa kau dan dia berpacaran lantas kau membelanya?

Velly : Hey, setidaknya aku lebih tahu daripada kalian. Ia membantai gerombolan orang-orang di bar itu karena mereka telah membunuh ayahnya. Pengetahuan dan kekuatan yang dimilikinya itu juga didapatkan dari mendiang ayahnya. Setelah dikucilkan dari masyarakat, ia menjadi seorang diri. Untuk makan saja harus berburu sendiri. Ia sama seperti kalian, masih kecil! Berapa usia kalian? Sepuluh? Sembilan? Tujuh? Delapan? Tidak jauh berbeda dengannya!

B : Kenapa hanya karena ayahnya dibunuh lalu ia membunuh tiga puluh orang di bar itu? Tidak masuk akal!

Velly : Hoo, jadi kau mau coba hidup tanpa ayah yang kau sayangi? Kebetulan ayahmu ada di belakang. Apa perlu kubunuh ayahmu lalu kau rasakan sendiri kehidupan tanpa ayah?

B : Aku..

Semua peserta terdiam membisu.

Velly : Ayo! Apa masih ada protes dari kalian! Ayo saja, akan aku ladeni!

Coraa hanya terdiam. Ia tidak menyangka bahwa Velly mengetahui semuanya. Padahal selama ini tidak pernah ada orang yang mengerti dirinya. Ia menunduk sedih, juga bahagia. Ia tidak perlu lagi menyandang nama anak terkutuk. Sudah cukup tiga tahun ia menderita menjalani hidupnya seorang diri. Ia bersyukur dapat mengikuti Thirteenth dan akhirnya menemukan teman yang dapat membelanya. Sambil menahan tangis, Coraa keluar dari barisan dan berlari sejauh mungkin. Velly yang masih tinggal disana menyuruh Sicronizee untuk menggantikannya dan menugaskan Sacrificee untuk mengontrol keadaan.

Coraa terus berlari dan berlari. Tanpa mengenal jalan akhirnya ia tiba di tepi sebuah sungai yang tenang. Airnya jernih dan bercahaya. Tanpa pikir panjang ia menceburkan dirinya ke dalam sungai itu lalu merenungkan diri. Ia menenggelamkan kepalanya. Sementara itu Velly yang berhasil mengejarnya dengan nafas tersengal-sengal meneriakkan nama Coraa untuk bangun.

Velly : Coraa! Bangun! Jangan tenggelam!

Tampaknya Velly mengira Coraa terjatuh lalu tenggelam. Velly sendiri tidak bisa berenang.

Velly : Ah. Apa boleh buat. Coraa, bertahanlah!

Velly langsung melompat ke dalam sungai itu. Sebenarnya, sungai tersebut tidak terlalu dalam, bahkan jika diperhatikan airnya hanya setinggi dada untuk anak seusia mereka. Akan tetapi karena traumanya terhadap sungai semenjak ia kecil kambuh akhirnya Velly lah yang tenggelam.

Coraa yang baru menyadarinya terkejut. Selain terkejut, ia juga bingung. Kenapa Velly bisa tenggelam di sungai yang bisa termasuk dangkal ini? Setelah mendecak kecil, ia menyelamatkan Velly dan membawanya ke tepi sungai.

Coraa : Kau sedang apa? Itu sungai dangkal, lho.

Velly : A..aku.. Aku melihatmu tenggelam jadi aku mencoba menolongmu. Tapi.. tapi..

Coraa : Tapi kenapa?

Velly : Aku takut.. Aku takut terbawa arus sungai seperti dua tahun lalu..

Coraa : Oh. Aku mengerti. Baiklah, sekarang tenangkan dirimu. Untung aku sempat melepaskan mantelku sebelum terjun ke sungai ini. Pakailah.

Velly : Tunggu! Bagaimana denganmu?

Coraa : Aku kan cowok, tidak apa-apa kok. Sudah, pakai saja. Ayo kembali.

Velly : Ba..baiklah.

Coraa mengulurkan tangan untuk membantu Velly berdiri. Tetapi sepertinya kaki Velly terkilir. Dengan ekspresi anehnya selama beberapa saat, akhirnya ia menggendong Velly untuk kembali ke lokasi Training.

Velly : Aaa! Aku berat..

Coraa : Seringan debu begini kau bilang berat. Otak udang.

Velly : Enak saja! Kau yang otak udang!

Coraa : Hahaha. Terserahlah. Terima kasih ya, Velly.

Velly : Hah? Kenapa? Seharusnya kan aku yang berteri..

Coraa : Aku tidak tahu darimana kau dapatkan info-info tentang kehidupanku, tapi terima kasih. Setidaknya aku tidak akan dianggap sebagai anak terkutuk lagi. Mereka telah tahu yang sebenarnya.

Velly : Oh, soal itu. Santai saja! Aku memang tidak senang dengan mereka yang sok tahu itu, kok.

Coraa : Tidak, aku harus berterima kasih padamu. Apa yang kau ingin aku lakukan sebagai tanda terima kasihku padamu?

Velly : Ti..tidak perlu. Aku ikhlas, kok..

Coraa : Setidaknya satu..

Velly : Umm.. Baiklah. Aku ingin melihatmu tersenyum. Sejak pertama kali bertemu denganmu aku tidak pernah melihatmu tersenyum.

Coraa : Senyum? Aku bahkan lupa cara untuk senyum. Tapi akan kucoba.

Coraa tersenyum sejenak. Walau tidak sampai lima detik, tapi sudah cukup membuat Velly puas. Selanjutnya Velly meminta Coraa untuk bernyanyi dalam perjalanan pulang. Coraa pun menyanyi hingga Velly tertidur dalam gendongannya. Ketika Coraa menyadarinya, ia tersenyum kecil lalu kembali melanjutkan perjalanannya.

Setelah sampai setengah perjalanan, Velly terbangun.

Velly : Aku ketiduran, ya?

Coraa : Begitulah. *kembali tersenyum.

Velly : Oh, maaf. Sepertinya kakiku sudah baikan. Biarkan aku jalan sendiri.

Coraa : Tidak apa-apa. Walau sudah baikan bukan berarti sudah sembuh total, kan?

Velly : Iya, sih. Sebenarnya..kita ini sejauh apa sih dari lokasi training?

Coraa : Kalau kuingat-ingat mungkin sejauh dua puluh kilo meter..

Velly : Astaga! Aku bahkan tidak ingat sudah lari sejauh itu.

Coraa : Begitu pula denganku. Tapi aku sudah terbiasa berlari jauh. Hohoho.

Velly : Oh, begitu. Jadi kapan kita akan sampai?

Coraa : Mungkin seperempat hari lagi.

Velly : Lama juga..

Coraa : Tentu saja, kan sambil berjalan. Kalau berlari beda lagi ceritanya.

Velly : Makanya turunkan aku!

Coraa : Ti-dak ma-u~

Velly : Pfft.. Dasar. *memeluk Coraa dari belakang.

Coraa : A..ehh!! Kamu..

Velly : Anak aneh. Aku tidur lagi, ya.

Coraa : Emm, baiklah.

“Anak terkutuk”

“Tidak berguna”

“Kepribadiannya buruk!”

“Seleksi ulang!”

“Kalian tahu apa tentang aku?!”

“Maukah kau bergabung dengan Thirteenth?”

“Kau pasti dapat mengubah dunia”

“Aku percaya padamu”

“Terima kasih telah percaya padaku”

“Coraa, kau memang anak yang hebat”

“Kau berbakat!”

“Pasti kau mendapat kemampuan ini cuma-cuma.”

“Hentikan! Cukup! Kalian tidak tahu apa-apa!”

“Coraa, hari ini kita akan pergi kemana?”

“Coraa pasti punya alasan sendiri!”

“Maafkan aku tidak menuruti perkataanmu..”

“Coraa, aku sayang kamu!”

“Nah, cincin kita kembaran, deh!”

“Velly..”

“Bodoh! Berenang saja tidak bisa!”

“Hahaha! Pasangan baru!”

“Aku tahu kenyataannya.”

“Jangan paksakan dirimu!”

“Hei, kau dan Sacrificee itu teman! Jangan berantem terus!”

“Mana Coraa yang kukenal, bodoh!”

“Kita akan selalu bersama dalam berperang. Jangan lupa.”

“Teman-teman..”

“Namaku Tamaa Savi..Ah, maksudku Tamaa Shivania..”

“Dasar bocah! Tinggi kita sama, tahu!”

“Kita adalah Five Heroes!”

“Apa kau tahu perasaanku padamu?”

“Bergabunglah dengan kami”

“Coraa, bertahanlah!”

“Jangan berubah menjadi naga!”

“Pikirkan cara lain! Kau pasti bisa! Coraa, Kumohon..”

“Tamaa.. Aku..”

“Kau lah harapan kami, Coraa! Sadarlah! Kalahkan Majolicca! Hancurkan senjata pertama itu! Perjalanan kita masih panjang!”

“Harapan”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar